Minggu, 17 Juni 2012

Teori Fisika Tentang Perjalanan ke Masa Lampau


Teori kembali ke Masa Lampau Tanpa Melalui Black Hole?


Teori richard gott menjelaskan bahwa seseorang bisa menembus masa silam tanpa harus melalui black hole, seperti pada teori kip thorne. dasar konsep mereka sama yaitu relativitas einstein.

Sebuah teori baru menjelaskan bagaimana kita bisa kembali ke masa lampau tanpa harus melalui black hole. Dasar konsep ini tetap teori relativitas Einstein.

BISAKAH manusia menerobos kembali ke masa lampau? Telah lama orang mengimpikan kemungkinan itu. Banyak cerita, buku, atau film yang mengisahkan hal itu. Sutradara Steven Spielberg, misalnya, membuat film Back to the Future.


Atau serial Voyager yang pernah ditayangkan RCTI. Di situ dikisahkan, dengan bekal jam ajaib seseorang bisa menembus dimensi waktu, ke belakang. Misalnya, bagaimana sang tokoh bisa bertemu dengan Alexander Graham Bell pada 1876, dan ikut menyaksikan Bell menciptakan telepon.

Kembali ke masa silam memang sebuah mimpi ilmiah yang sudah lama. Pelopor fisika Albert Einstein merupakan tokoh yang punya andil dalam mengilmiahkan mimpi unik itu. Teorinya mengatakan, dimensi waktu bukan hanya bergerak ke depan, melainkan juga bisa meluncur ke belakang.

Dalam alam semesta, menurut kesepakatan ahli fisika, ada dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang punya tiga unsur: panjang, lebar, dan tinggi. Dalam hal panjang, sebuah gerak bisa berjalan ke depan dan ke belakang. Begitu pula dalam hal lebar dan tinggi, gerak bisa dilakukan ke kiri-kanan dan atas-bawah. Singkat kata, dalam dimensi ruang gerak bisa dilakukan ke segala arah.

Namun, hal semacam itu tidak terjadi pada dimensi waktu. Kenyataan empiris menunjukkan bahwa putaran waktu hanya terasa menggelinding ke depan. Keyakinan Einstein, bahwa waktu bisa diputar ulang, tak pernah terbukti. Namun, tak pula pernah ada dalil fisika yang menolak kemungkinan kembali menyusuri masa silam.

Seorang fisikawan dari Institut Teknologi California, Kip Thorne, pernah merumuskan teori yang mengejutkan. Dia ” menujumkan”, seseorang bisa melihat masa lalu, dengan syarat bisa memasuki black hole, galaksi yang memiliki gaya gravitasi tak berhingga besarnya, segala macam materi di situ mampat menjadi sangat kecil.

Black hole sendiri amat sulit dijangkau karena jauhnya yang tak terkirakan- untuk ukuran teknologi masa kini. Celakanya, black hole bukanlah tujuan akhir. Orang harus mencari worm hole, lubang cacing, inti lubang hitam. Lorong waktu, menurut teori Thorne, ada di situ. Ukurannya sebesar garis tengah sebuah atom.

Kendati tampak muskil bagi awam, ada pula orang yang ingin menandingi teori Kip Thorne. Dia adalah Richard Gott, fisikawan dari Universitas Princeton, Amerika. Teorinya tentang menembus masa silam itu ditulisnya dalam jurnal bergengsi Physical Review Letters, dan majalah Time mengangkat isu itu pada edisi akhir Mei lalu.

Richard Gott mengklaim teorinya lebih sederhana. Untuk mencapai ke lorong masa silam itu, kata Gott seperti yang dikutip Time, “Tak perlu lubang hitam atau lubang cacing.” Yang diperlukan Gott adalah pesawat angkasa yang bisa berlari dengan laju yang mendekati kecepatan cahaya, yang 300.000 km/detik itu.

Thorne membawa-bawa black hole dan worm hole, sedangkan Gott pun mengait-ngaitkan teorinya dengan dawai kosmis- material alam yang terbentuk lewat peristiwa bersama-sama dengan peristiwa besar big bang- ledakan besar yang mengawali pembentukan semesta.
Ledakan big bang itu menghasilkan bermilyar-milyar serpihan, di antaranya ada yang di kemudian menjelma menjadi bumi dan matahari. Sebagian besar serpihan itu mendingin, tapi dawai kosmis lepas dari kondisi umum. Dia tetap menjadi serpihan yang tak kunjung dingin.
Lubang hitam, lubang cacing, dan dawai kosmis itu antara ada dan tiada. Pasalnya, mereka hanya dikenal alam khazanah teori, tapi tak pernah tersentuh oleh pancaindra manusia. Dawai kosmis itu, menurut teori, berukuran kecilnya saja tapi punya massa yang luar biasa besar. Sepotong dawai kosmis yang panjangnya hanya 2,5 cm, konon, bisa punya berat ribuan trilyun ton.
Syahdan, kata Gott, dawai kosmis itu punya gravitasi yang besar sehingga sanggup menarik berbagai material semesta mengelilinginya. Maka, daerah sekitarnya menjadi semacam lensa, yang bisa menghadirkan berkas cahaya masa lalu. Tak jelas betul mengapa bisa begitu.
Lalu dengan alasan yang lebih rumit, Gott menyebutkan bahwa panorama masa lalu itu hanya bisa dinikmati dengan syarat, ada dua dawai kosmis yang terentang sejajar dan berdekatan. Kedua dawai itu pun harus pula selalu bergerak dengan arah berpapasan, beraturan, konstan, dan pada laju yang mendekati kecepatan cahaya. Lalu pesawat ruang angkasa itu harus mengelilingi kedua dawai itu dengan gerak melingkar elips.

Dalam pandangan ahli fisika kuantum ITB, Dr. Pantur Silaban, baik konsep Thorne maupun Gott punya dasar pijakan sama: teori relativitas Einstein. “Mereka hanya mengembangkannya,” kata Silaban, yang mendapat gelar di Syracuse University, New York, dengan disertasi tentang teori relativitas.

Istilah-istilah lubang hitam, lubang cacing, dan dawai kosmis itu, kata Silaban, lahir bersama teori relativitas Einstein. Kemudian, baik lubang hitam maupun dawai kosmis itu menunjuk pada benda masif yang memiliki kepadatan supratinggi dan beratnya suprabesar. “Keduanya memanfaatkan kepadatannya sebagai media kembali ke masa lalu,” tambah Silaban.
Pakar ITB ini tampak berhati-hati menanggapi teori Thorne dan Gott. Dia menilai kedua konsep itu bisa-bisa dikembangkan lebih jauh, bahkan diaplikasikan. “Tapi entah kapan,” katanya. Soal wahana ruang angkasa yang bisa berlari dekat dengan kecepatan cahaya, bagi Silaban, bukan pula hal yang mustahil. “Kalau berpegang pada argumen teoretis, bahkan kita bisa bikin roket yang kecepatannya melebihi cahaya,” kata dosen ITB itu, sambil menyebut prinsip gravitasi ala Einstein.

Sumber, www.jahlalblog.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar